Peran Negara dalam Zakat: Perlindungan atau Pembatasan Hak?

Beberapa pihak telah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran bahwa pengaturan dalam undang-undang tersebut memberikan kewenangan yang berlebihan kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), sehingga berpotensi menciptakan monopoli dalam pengelolaan zakat di Indonesia.

Alasan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Digugat ke MK

Menurut Muhammad Jazir, Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Yogyakarta, UU Pengelolaan Zakat membuat Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menjadi lembaga superbody pengelola zakat. Baznas juga dinilai menjadi lembaga yang memberikan rekomendasi izin kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk mengelola zakat. Padahal, masjid selama berabad-abad menjadi pengelola zakat karena masjid adalah pihak yang mengetahui potensi zakat di daerahnya, termasuk muzakki (orang yang membayar zakat) dan mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat).

Pengamat Zakat dari Universitas Indonesia (UI), Yusuf Wibisono mengatakan, pelaksanaan UU No 23/2011 telah menyebabkan terjadinya diskriminasi antar sesama operator zakat nasional, di mana UU memberi keistimewaan yang luar biasa kepada Baznas. Sementara LAZ menghadapi berbagai pembatasan dan persyaratan ketat dalam pendirian dan operasionalnya.

UU ini juga berdampak negatif pada mustahik (penerima zakat) dan muzaki (pemberi zakat). Pembatasan terhadap LAZ dan amil zakat yang boleh beroperasi mengurangi akses mustahik terhadap dana zakat dan membatasi pilihan muzaki dalam menyalurkan zakatnya. Ancaman pidana terhadap LAZ dan amil zakat tradisional yang tidak memiliki izin resmi juga dianggap tidak adil dan menghambat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan zakat.

Hasil Pembahasan Sidang Uji Materiil MK

Sidang pemeriksaan pendahuluan uji materiil Undang-Undang Pengelolaan Zakat dengan perkara Nomor 54/PUU-XXIII/2025 digelar pada 8 Mei 2025 di Mahkamah Konstitusi. Majelis hakim meminta pemohon, Muhammad Jazir, untuk memperbaiki permohonan dengan memperjelas kerugian konstitusional yang dialami akibat berlakunya norma-norma yang diuji. Hakim Ridwan Mansyur dan Arsul Sani menilai kerugian yang diajukan masih belum konkret dan aktual, sementara Wakil Ketua MK Saldi Isra mengingatkan agar pemohon fokus membangun argumentasi mengapa norma tersebut bertentangan dengan konstitusi, bukan hanya mengandalkan kasus konkret. Pemohon diberi waktu 14 hari hingga 21 Mei 2025 untuk menyerahkan perbaikan permohonan.

Dalam gugatan ini, pemohon menilai beberapa pasal dalam UU Pengelolaan Zakat memberikan kewenangan berlebihan kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang menjalankan fungsi pengatur, pengawas, dan operator zakat sekaligus. Hal ini dianggap menimbulkan konflik kepentingan dan merugikan keberadaan Lembaga Amil Zakat (LAZ) mandiri serta membatasi hak masyarakat dalam mengelola zakat. Pemohon menilai ketentuan tersebut berpotensi menyulitkan partisipasi masyarakat dan bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang baik serta hak konstitusional warga negara.

Selanjutnya, dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Mahkamah Konstitusi, ahli pemohon, K.H. Wahfiudin Sakam Bahrum, menyatakan bahwa negara tidak seharusnya terlibat langsung dalam pengelolaan zakat umat Islam. Ia menilai keterlibatan negara melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang memiliki kewenangan luas justru menimbulkan dominasi dan potensi ketidakadilan dalam distribusi zakat, serta mengabaikan peran lembaga amil zakat masyarakat yang sudah ada sebelumnya. 

Wahfiudin mengemukakan bahwa model pengelolaan zakat di Indonesia perlu disesuaikan dengan karakteristik sosial dan yuridis negara yang bukan negara agama maupun sekuler murni, sehingga keterlibatan negara harus bersifat terbatas, terutama sebagai pengawas dan regulator, bukan operator utama. Studi pendukung juga menunjukkan masyarakat menghendaki kemitraan strategis antara pemerintah dan lembaga zakat masyarakat, bukan monopoli oleh negara. Ahli lain menambahkan bahwa persyaratan perizinan yang ketat bagi Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan dominasi BAZNAS membuat LAZ kehilangan independensi dan ruang gerak dalam mengelola zakat secara mandiri.

Perdebatan terkait peran negara dalam pengelolaan zakat melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara perlindungan hak masyarakat dan penguatan tata kelola zakat nasional. Gugatan ke Mahkamah Konstitusi mencerminkan aspirasi sebagian masyarakat agar negara tidak membatasi ruang gerak lembaga zakat independen serta tetap menghormati tradisi pengelolaan zakat berbasis komunitas. Ke depan, respons pemerintah dan putusan MK diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang lebih inklusif, adil, dan partisipatif, sehingga pengelolaan zakat mampu memberikan manfaat optimal bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa mengorbankan hak-hak konstitusional warga negara.

Sumber/Referensi berita

https://www.tempo.co/politik/uu-zakat-digugat-ke-mahkamah-konstitusi-karena-tumpang-tindih-peran-baznas-dan-laz-1414104

https://www.tempo.co/politik/begini-alasan-undang-undang-pengelolaan-zakat-digugat-ke-mk-1414277

https://www.cnbcindonesia.com/opini/20250627060750-14-644362/pengaturan-zakat-oleh-negara-perlindungan-atau-pembatasan-hak

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=23197

https://khazanah.republika.co.id/berita/smkcyv483/pengamat-ungkap-empat-alasan-mengapa-uu-pengelolaan-zakat-rugikan-laz-part2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *