
Sumber: Ilustrasi Raja Ampat dan Proyek Tambang Raja Ampat (Muslimahnews)
Aktivitas tambang nikel di beberapa pulau kecil di kawasan Raja Ampat seperti Pulau Gag, Kawer, dan Manuran yang belakangan ini ramai diperbincangkan karena dianggap merusak lingkungan dan melanggar aturan pemanfaatan pulau kecil. Greenpeace mencatat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami sudah hilang akibat tambang. Hal ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan, pelaku pariwisata, hingga tokoh agama. Uskup Bernardus bahkan menyatakan hatinya “tercabik-cabik” melihat kerusakan alam yang terjadi.
Masalah ini berdampak langsung pada sektor pariwisata. Informasi tentang kerusakan lingkungan cepat menyebar di media sosial dan memengaruhi citra Raja Ampat sebagai destinasi wisata kelas dunia. “Fakta-fakta ini sangat mengerikan. Reputasi Indonesia sebagai destinasi diving kelas dunia bisa hancur,” kata Ketua Umum IDCA, Ebram Harimurti, dalam surat terbuka kepada Presiden Prabowo pada 8 Juni 2025. Beberapa lokasi wisata seperti Pulau Wayag bahkan sempat ditutup sementara akibat kondisi alam yang memburuk. Pelaku wisata lokal pun khawatir limbah tambang dan sedimentasi bisa merusak keindahan bawah laut yang selama ini menjadi daya tarik utama Raja Ampat.
Secara ekonomi, pariwisata menyumbang hingga Rp 150 miliar per tahun bagi pendapatan asli daerah Raja Ampat. Angka ini jauh lebih besar dibanding pemasukan dari tambang nikel yang hanya sekitar Rp 50 miliar per tahun. Karena itu, banyak pihak menilai bahwa keberadaan tambang nikel bertentangan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, apalagi Raja Ampat merupakan bagian dari kawasan geopark dunia yang dilindungi UNESCO.
Mengapa Tambang Nikel Mengancam Daya Tarik Wisata Raja Ampat?
Pertama, tambang menyebabkan kerusakan lanskap alam. Pembukaan lahan tambang membuat wilayah hijau yang indah berubah menjadi kawasan tanah merah dan gersang. Air sungai dan laut juga ikut tercemar, mengurangi keindahan visual yang menjadi alasan utama wisatawan datang ke Raja Ampat.
Kedua, aktivitas tambang menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut. Limbah tanah dari tambang menutupi terumbu karang dan mengganggu kehidupan bawah laut. Hal ini membuat aktivitas menyelam dan snorkeling jadi kurang menarik. Akibatnya, banyak operator wisata kehilangan pelanggan karena wisatawan merasa pengalaman yang mereka dapatkan tidak lagi sepadan dengan biaya yang dikeluarkan.
Dampak Tambang bagi Warga Lokal dan Ekonomi Daerah

Sumber: Panorama alam Raja Ampat yang memukau, terlihat dari kawasan perhotelan yang menyatu dengan keindahan laut dan gugusan pulau-pulau eksotis (Kompas.com/Nabilla Ramadhian)
Warga Raja Ampat sudah sejak lama menggantungkan hidup pada sektor pariwisata, seperti membuka homestay, menjadi pemandu wisata, atau menyediakan jasa katering dan transportasi. Namun kini, beberapa pelaku usaha melaporkan penurunan kunjungan wisatawan hingga 40%. Salah satu warga dari Pulau Arborek, Mikael Way, menyatakan, “Kami hidup dari laut, dari wisata. Kalau laut rusak, tamu tidak datang lagi. Lalu kami hidup dari mana?”
Meski begitu, sebagian kecil masyarakat mendukung tambang karena melihatnya sebagai sumber pemasukan baru. Namun, pemasukan dari sektor tambang tidak sebesar yang dihasilkan pariwisata. Kondisi ini memicu perbedaan pandangan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik antara pihak yang ingin mempertahankan lingkungan dan pihak yang berharap ada peningkatan ekonomi dari industri tambang.
Apa yang Harus Dilakukan oleh Pemerintah?
- Mencabut izin tambang di pulau-pulau kecil
Pemerintah perlu segera membatalkan izin pertambangan nikel di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, dan Manuran, karena melanggar aturan perlindungan pulau kecil dan melanggar undang-undang yang ada. - Memperkuat pengawasan dan penegakan hukum
Langkah pengawasan terhadap aktivitas pertambangan harus diperkuat, termasuk penindakan tegas terhadap perusahaan yang melanggar. Audit menyeluruh dan penerapan prinsip tambang berkelanjutan sangat dibutuhkan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang lebih parah. - Mengembangkan ekonomi alternatif berbasis wisata
Pemerintah perlu memfokuskan pembangunan ekonomi lokal melalui sektor ekowisata. Ini dapat dilakukan dengan mendukung pelatihan, memberi insentif pada usaha kecil pariwisata, serta membangun infrastruktur penunjang. Dengan mempromosikan pariwisata yang ramah lingkungan, masyarakat dapat tetap mendapatkan penghasilan tanpa merusak lingkungan. - Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan
Masyarakat lokal harus dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan yang menyangkut wilayah mereka. Pendekatan ini akan menciptakan keadilan pembangunan serta mencegah konflik antara pihak luar dan warga setempat.
Referensi:
- https://www.kompas.id/artikel/hilirisasi-nikel-di-raja-ampat-dan-dampak-global
- https://www.tempo.co/ekonomi/ekowisata-tambang-nikel-di-raja-ampat-1674193
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250611191556-12-1238743/ahli-ugm-kerugian-tambang-raja-ampat-lampaui-kasus-pt-timah-rp271-t
- https://www.idntimes.com/science/discovery/dampak-tambang-nikel-terhadap-pariwisata-di-raja-ampat-c1c2-01-3kz8p-frfxwd/amp
- https://www.kompas.id/artikel/tambang-nikel-di-raja-ampat-terindikasi-mencemari-lingkungan
- https://mongabay.co.id/2025/06/08/tambang-nikel-raja-ampat-kerusakan-tak-bakal-pulih/amp/
- https://muslimahnews.net/2025/06/09/36998/
- https://lestari.kompas.com/read/2025/06/06/070200786/klh-sanksi-4-tambang-nikel-di-raja-ampat-terbukti-lakukan-pelanggaran-serius